Cinta Sang Pencipta

96 0

Letih usai mencari sesuap nasi, kau pulang ke tempat yang kau sebut rumah. Denting alat masak beradu, hiruk pikuk deru senda gurau, dan radio yang memainkan alunan lagu menyapamu. Usai membasuh diri, kau berkumpul di meja makan. Mengenyangkan raga dan berbagi cerita. Rumahmu hening senyap hanya saat penghuninya terlelap.


Tersekap Sunyi Seorang Diri

Kau benci kala sang surya beristirahat dan digantikan dewi bulan yang ditemani bintang-bintang. Perasaan dan pikiranmu mengkhianatimu. Kau merasa hidupmu tak berguna lagi dan itu menghantuimu selama beberapa purnama. Engkau letih, namun otakmu tak memberi jeda. Terjaga, tak kuasa untuk tak memikirkan setiap peristiwa.

Selaksa purnama terjaga, ragamu berteriak. Lingkaran mata mencuat, energi meredup, bagai hidup segan mati tak mau. Kawanmu bertanya mengapa, namun tak juga kau beri jawab. Kau gentar, takut mereka menyangkamu abnormal. Rahasia ini kau bawa hingga suatu ketika kantor mengadakan suatu acara. Bakti sosial ke panti asuhan yang berisi anak-anak cacat dan berkebutuhan khusus.


Nyanyian Pelipur Lara dan Penggugah Gelora

Setibanya di panti asuhan, teman sejawatmu mengajak anak-anak untuk bermain dan bernyanyi bersama. Setiap anak bermain dengan riang gembira, senyum tawa tulus tanpa beban tak lepas dari wajah mereka. Anak penderita hidrosefalus tertawa gembira mendengar dongeng yang dibacakan. Anak yang kakinya tak sempurna cekikikan melihat temannya jatuh saat berkejar-kejaran. Ada pula anak berbibir sumbing yang menyanyi penuh semangat. Air matamu mulai menitik, perasaan hangat menjalar di dada tanpa tahu sebabnya.

Seseorang menyapa dan menepuk pundakmu. Rupanya pengurus panti asuhan. Usianya sudah senja, namun wajahnya indah merona. “Bagaimana bisa seorang yang memiliki beribu kekurangan dapat memiliki kebahagiaan yang sungguh tak terkira?” tanyamu keheranan.

 

“Tidak ada kemampuan dan kekuatan apapun di dunia
yang bisa memenuhi jiwa seperti kemampuan dan kekuatan
yang berasal dari Sang Pencipta.”

 

           “Apa maksudnya?” kau bertanya.
“Menurutmu apa yang membedakanmu dengan anak-anak panti asuhan itu?”
“Keluarga?”

“Betul. Mereka tidak memiliki siapapun di dunia yang dapat benar-benar mereka andalkan selain Sang Pencipta. Mereka bahagia dan merasa berguna karena Sang Pencipta yang mengatakannya.” Kau terhenyak tersentak mendengarnya.

“Kapan terakhir kali kau melakukan sesuatu hanya untukmu sendiri? Bukan untuk menyenangkan orang lain, bukan supaya kelihatan keren, dan bukan untuk menghindari masalah. Kau hanya betul-betul mencintai hal tersebut.”

“Biarlah Sang Pencipta memenuhi jiwa,
sebelum kau kuras habis demi semesta.”

Malam itu, kau terlelap pulas. Sebelum rebah, kau bercakap-cakap dengan Sang Pencipta. Menyapa-Nya yang merindukanmu, yang sudah sekian lama kau lupakan. Memenuhi jiwamu yang terkuras habis akibat sikap yang apatis.

Cindy Maya

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.